Pilkada 2024 Dipastikan Ikuti Putusan MK: DPR RI Batalkan Revisi UU Pilkada Setelah Tak Penuhi Kuorum

Sriwijaya24.com – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menggelar konferensi pers penting di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis malam, 22 Agustus 2024. Dalam kesempatan tersebut, Dasco menegaskan bahwa Pilkada 2024 akan tetap mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah. Keputusan ini diambil setelah upaya DPR untuk mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada gagal karena rapat paripurna tidak memenuhi kuorum.

Sebelumnya, DPR RI sempat merencanakan pengesahan revisi UU Pilkada yang bertujuan untuk membuat putusan MK tersebut tidak sepenuhnya berlaku. Namun, rencana itu akhirnya kandas setelah rapat paripurna pengesahan aturan ini gagal mencapai kuorum yang diperlukan. Dengan batalnya revisi tersebut, maka syarat pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024 akan mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi.

Dasco menjelaskan, keputusan ini diambil setelah dipastikan bahwa paripurna pengesahan revisi UU Pilkada tidak dapat dilanjutkan. “Tadi sudah diketok bahwa revisi UU Pilkada tidak dapat dilaksanakan,” ujar Dasco dalam konferensi pers tersebut. Hal ini berarti, revisi UU Pilkada tidak akan disahkan hingga tahapan pendaftaran calon kepala daerah dimulai.

Dengan gagalnya pengesahan revisi UU Pilkada, Dasco menegaskan bahwa DPR RI tidak akan bisa mengesahkan undang-undang baru terkait Pilkada sebelum tahapan pendaftaran calon dimulai. Menurutnya, sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR, rapat paripurna diperlukan untuk mengesahkan sebuah undang-undang, dan rapat tersebut hanya bisa dijadwalkan pada hari Selasa atau Kamis.

“Kami hanya bisa mengagendakan paripurna berikutnya pada Selasa, 27 Agustus 2024,” kata Dasco. Tanggal tersebut bertepatan dengan dimulainya pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada 2024. Oleh karena itu, Dasco menegaskan bahwa pada saat pendaftaran nanti, yang berlaku adalah keputusan Mahkamah Konstitusi melalui judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora.

Penundaan rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada ini tidak terlepas dari berbagai protes dan demonstrasi yang berlangsung di sejumlah titik, termasuk di kompleks parlemen Senayan. Sejumlah mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil menggelar aksi menolak pengesahan revisi UU tersebut, yang dianggap tidak sejalan dengan putusan MK. Aksi-aksi tersebut juga berlangsung di beberapa kota besar lainnya, seperti Solo, Yogyakarta, dan Surabaya.

Revisi UU Pilkada yang sempat direncanakan untuk disahkan banyak menuai kritik, terutama dari berbagai kelompok masyarakat yang menilai bahwa rancangan undang-undang ini melanggar konstitusi. Kritik utama yang muncul adalah bahwa revisi tersebut bertentangan dengan keputusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah. Banyak pihak yang menilai bahwa langkah DPR untuk mengesahkan revisi UU Pilkada merupakan upaya yang tidak menghormati konstitusi dan cenderung melemahkan integritas pemilihan kepala daerah.

Dasco, yang juga merupakan politikus Partai Gerindra, menekankan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan revisi UU Pilkada menunjukkan bahwa DPR RI tetap patuh pada aturan yang berlaku. Menurutnya, penundaan ini bukan berarti DPR mengabaikan tugasnya, melainkan mengikuti mekanisme yang telah diatur dalam tata tertib DPR.

Dalam penjelasannya, Dasco juga menegaskan bahwa keputusan MK akan menjadi pedoman utama dalam Pilkada 2024, terutama dalam hal syarat pencalonan kepala daerah. “Karena kita patuh dan taat tunduk kepada aturan yang berlaku, maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Dasco.

Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa jadwal pendaftaran calon kepala daerah sudah sangat dekat, dan tidak ada waktu lagi untuk melaksanakan paripurna pengesahan revisi UU Pilkada sebelum tahapan tersebut dimulai. Oleh karena itu, putusan MK akan menjadi satu-satunya acuan yang digunakan dalam Pilkada 2024.

Meski demikian, langkah DPR yang sempat berupaya mengesahkan revisi UU Pilkada tetap menuai kritik dari berbagai kalangan. Beberapa pihak menilai bahwa upaya ini adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap konstitusi dan mengindikasikan adanya kepentingan tertentu yang ingin mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Demonstrasi yang digelar di berbagai daerah menjadi bukti kuat bahwa masyarakat luas tidak setuju dengan rencana revisi ini.

Para demonstran, terutama dari kalangan mahasiswa, menilai bahwa revisi UU Pilkada merupakan upaya untuk melemahkan keputusan MK yang sudah final dan mengikat. Mereka juga menekankan pentingnya menjaga integritas proses demokrasi, khususnya dalam pemilihan kepala daerah, agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional.

Editor: Pakjo

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *